General Contractor Savannah

Seni dan Aktivisme: Dua Sayap Perjuangan Ratna Sarumpaet

Ratna Sarumpaet adalah nama yang tak asing dalam lanskap seni dan aktivisme Indonesia. Ia adalah sosok yang telah memadukan teater dan gerakan sosial dalam satu tarikan napas perjuangan yang panjang. Dalam sejarah kontemporer Indonesia, Ratna dikenal bukan hanya sebagai seniman teater yang produktif dan penuh daya kritis, tetapi juga sebagai aktivis yang lantang bersuara dalam berbagai isu kemanusiaan dan keadilan sosial. Seni dan aktivisme menjadi dua sayap yang membawanya terbang melampaui batas panggung dan arena demonstrasi, menjadikannya simbol kompleks dari perlawanan dan ekspresi diri.

Sebagai seniman, Ratna memulai kariernya di dunia teater sejak era 1970-an. Ia mendirikan Teater Satu Merah Panggung, yang menjadi ruang alternatif untuk menyuarakan keresahan sosial melalui pertunjukan. Naskah-naskah yang ia garap, seperti Marsinah Menggugat, merupakan representasi jelas bagaimana seni digunakan sebagai media kritik sosial. Dalam Marsinah Menggugat, ia mengangkat kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah, memperlihatkan bagaimana ketidakadilan bisa menjadi bahan bakar bagi karya seni yang menggugah kesadaran publik. Ratna tidak pernah memisahkan estetika dari pesan moral; bagi dirinya, seni yang tidak menyentuh nurani dan menyuarakan kebenaran adalah seni yang kehilangan jiwa. https://ratnasarumpaet.id/

Namun, kiprah Ratna tak hanya berhenti di dunia panggung. Ia menjelma menjadi aktivis yang berdiri di garis depan berbagai gerakan sipil. Ratna aktif dalam memperjuangkan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan hak-hak kaum minoritas. Ia terlibat dalam berbagai aksi protes, termasuk menentang kebijakan represif pemerintahan Orde Baru. Suaranya kerap terdengar lantang dalam menyuarakan ketidakadilan, baik di jalanan maupun dalam forum-forum resmi.

Keterlibatannya dalam aktivisme bukanlah pilihan yang ringan, terutama bagi seorang perempuan di era ketika ruang politik dan sosial masih sangat maskulin. Ratna sering menghadapi intimidasi, tudingan, bahkan tekanan dari pihak berwenang. Namun, ia tetap teguh, karena ia meyakini bahwa keheningan terhadap ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan. Keberaniannya ini menjadikan Ratna sebagai panutan bagi banyak perempuan dan generasi muda yang ingin berjuang melalui jalur kebudayaan dan sosial.

Hubungan antara seni dan aktivisme dalam diri Ratna tidak bersifat instrumental semata. Ia tidak menjadikan seni hanya sebagai alat propaganda, melainkan sebagai bentuk keberadaan yang utuh—sebuah ekspresi eksistensial yang menggugat, menggugah, dan menginspirasi. Dalam wawancaranya, Ratna pernah menyatakan bahwa panggung adalah tempat yang paling jujur untuk menyuarakan hati nurani. Ia melihat bahwa seni mampu menembus batas ideologi dan menyentuh aspek emosional manusia, sehingga lebih efektif dalam menggugah kesadaran dibandingkan retorika politik belaka.

Namun demikian, perjalanan Ratna Sarumpaet juga tidak lepas dari kontroversi. Beberapa sikap politik dan langkahnya di masa lalu sempat menuai kritik, terutama ketika ia terlibat dalam dinamika politik praktis yang memunculkan pro dan kontra. Meski demikian, tak bisa disangkal bahwa kontribusinya dalam membentuk ruang kebebasan berekspresi di Indonesia tetaplah signifikan. Ia telah membuka jalan bagi banyak seniman dan aktivis perempuan untuk tampil di ruang publik tanpa harus takut dibungkam.

Dalam refleksi lebih luas, sosok Ratna Sarumpaet menunjukkan bahwa seni dan aktivisme bukanlah dua dunia yang terpisah. Keduanya dapat berjalan berdampingan, saling memperkuat dalam misi menegakkan keadilan dan menghidupkan nurani kolektif masyarakat. Seni menghadirkan bahasa yang puitis namun tajam, sementara aktivisme menawarkan tindakan konkret dalam ruang publik. Ratna Sarumpaet, dengan segala kompleksitasnya, adalah simbol dari persimpangan dua kekuatan ini—seorang seniman yang berjuang, dan seorang pejuang yang berkesenian.

Leave a Reply